Belakangan ini reksadana pasar uang menjadi salah satu produk investasi yang paling sering dibeli masyarakat Indonesia. Hal ini tidak lepas dari kecenderungan nilai reksadana pasar uang yang selalu naik setiap hari.
Di samping berinvestasi di instrumen emas, saham, P2P Lending, reksadana indeks, dan obligasi (SBN), saya sendiri juga suka menaruh sebagian uang saya di instrumen reksadana pasar uang. Yakni, uang yang memang sudah saya alokasikan khusus untuk keperluan dana darurat.
Apabila kamu ingin berinvestasi di instrumen reksadana pasar uang, sebaiknya ketahui dulu beberapa hal penting berikut ini sebelum berinvestasi.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Dipersiapkan Sebelum Berinvestasi
Apa itu Reksadana Pasar Uang?
Reksadana pasar uang merupakan salah satu jenis reksadana yang memiliki ciri-ciri risiko rendah, stabil, serta mampu memberi potensi keuntungan / imbal hasil antara 5 – 6% per tahun.
Dinamakan reksadana pasar uang karena jenis reksadana ini menginvestasikan minimal 80% dari total portofolionya ke instrumen pasar uang seperti deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan/atau efek bersifat utang dengan masa jatuh tempo tidak lebih dari 1 tahun, contoh obligasi.
Walaupun obligasi adalah instrumen pasar modal, tapi jika jatuh tempo obligasi tersebut tinggal satu tahun atau kurang dari itu, maka Manajer Investasi boleh saja membeli obligasi tersebut untuk dijadikan sebagai portofolio reksadana pasar uang.
Berikut contoh alokasi portofolio RD Pasar Uang Sucorinvest Money Market Fund periode Agustus 2020:
Keuntungan Berinvestasi di Reksadana Pasar Uang
1. Potensi keuntungan lumayan
Daripada menabung di bank yang hanya memberikan bunga kurang dari 1% per tahun, menabung di ReksaDana Pasar Uang (RDPU) jelas jauh lebih menguntungkan.
Di RDPU, uang yang kamu simpan berpotensi tumbuh sampai dengan7% per tahun tergantung dari kinerja Manajer Investasi, kondisi ekonomi saat itu, serta kebijakan tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Karena potensi keuntungannya yang tinggi, tak jarang reksadana pasar uang juga dijadikan sebagai produk tabungan umroh. Contohnya pada program umroh Bareksa yang menyimpan uang nasabah di instrumen reksadana pasar uang syariah.
Baca juga: Berapa Biaya Umroh yang Wajar dan Bagaimana Cara Menyiapkannya?
2. Harga stabil dan (cenderung) selalu naik
Salah satu keuntungan berinvestasi di reksadana pasar uang adalah nilainya yang cenderung stabil bahkan selalu naik seiring waktu.
Tidak percaya? Berikut grafik kinerja tiga produk reksadana pasar uang berbeda dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Sekarang, coba bandingkan dengan grafik pergerakan harga reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran, dan reksadana saham dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Bisa lihat perbedaannya, kan?
3. Mudah membelinya
Saat ini membeli produk reksadana pasar uang sudah sangat mudah. Bahkan bisa dilakukan di rumah sambil rebahan.
Bagi kamu yang ingin berinvestasi reksadana pasar uang, saya sangat merekomendasikan kamu mendaftar dan membeli reksadana di aplikasi Bibit karena bebas biaya transaksi, mudah dioperasikan bagi pemula, memiliki fitur lengkap, dan banyak memberikan promo menarik.
Adapun satu kekurangan aplikasi Bibit adalah ia hanya melayani pembelian reksadana saja. Jadi, kalau kamu ingin membeli reksadana dan instrumen investasi lainnya seperti saham, SBN, emas, dan lain-lain di satu aplikasi, kamu bisa mencoba Ajaib, Bareksa, IPOT, atau Tanamduit.
4. Murah, investasi mulai dari Rp10.000
Dulu, pertama kali saya membeli reksadana, saya harus merogoh kocek senilai Rp100 ribu. Sekarang, kamu sudah bisa membeli reksadana pasar uang mulai dari Rp10 ribu. Murah banget, kan?
Di bawah ini adalah beberapa produk reksadana pasar uang yang bisa kamu beli mulai dari Rp10 ribu (via aplikasi Bibit):
- Manulife Dana Kas II
- BNI-AM Dana Likuid
- Danareksa Seruni Pasar Uang II
- Simas Saham Unggulan
- Majoris Pasar Uang Syariah Indonesia
- BNP Paribas SRI KEHATI
- Schroder Dana Likuid Syariah
- BNI-AM Indeks IDX30
5. Penarikan dana relatif cepat
Saat butuh uang untuk keperluan mendadak, kamu bisa menarik dana kamu di reksadana pasar uang kapan saja dan akan sampai ke rekening bank antara 1-2 hari kerja.
Kalau di reksadana jenis lain, pencairan dana membutuhkan waktu maksimal hingga 7 hari kerja.
Risiko Berinvestasi di Reksadana Pasar Uang
1. Tidak dijamin LPS
Reksadana pasar uang adalah instrumen investasi, bukan tabungan, sehingga tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Beda saat kamu menabung di bank, dimana jika bank-nya bangkrut (collapse), uang simpanan kamu masih bisa cair maksimal Rp2 miliar yang dapat diambil dari LPS.
Baca juga: 13 Investasi Menguntungkan Tahun 2020, Cocok untuk Pemula!
2. Risiko Likuiditas
Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, pencairan saldo reksadana pasar uang tidak bisa terjadi secara instan. Masih membutuhkan waktu 1-2 hari kerja.
Ini menjadi risiko likuditas tersendiri apabila kamu sudah sangat kepepet butuh uangnya sekarang. Karena itu, saran terbaik adalah simpan dana darurat kamu sebagian di instrumen tabungan biasa dan sebagiannya lagi di reksadana pasar uang. Contoh, 50% ditabung di bank, 50% di RDPU.
3. Risiko Gagal Bayar/Wanprestasi
Reksadana pasar uang menginvestasikan sebagian besar modalnya ke dalam instrumen pasar uang atau efek bersifat utang seperti obligasi.
Nah, obligasi ini, meskipun jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun, tetap saja memiliki risiko gagal bayar atau wanprestasi. Jika ini terjadi, otomatis RDPU tersebut akan merugi dan menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana mengalami penurunan.
4. Risiko penarikan dana dalam jumlah besar
Meskipun jarang terjadi, penarikan dana dalam jumlah besar pada instrumen reksadana pasar uang juga patut untuk diwaspadai.
Kondisi ini dapat dipicu oleh kondisi ekonomi yang sedang parah-parahnya sehingga memaksa masyarakat untuk mencairkan saldo RDPU atau ketika produk reksadana pasar uang tersebut diterpu isu buruk seperti disuspensi, pengelolaan oleh Manajer Investasi menyalahi aturan, dll.
Penarikan dana dalam jumlah besar atau istilah kerennya “Rush” pada RDPU secara tidak langsung akan memaksa Manajer Investasi menjual portofolionya di harga murah dan mengakibatkan nilai RDPU turun secara drastis.
Reksadana Pasar Uang Syariah
Sama seperti saham, sejumlah produk reksadana pasar uang juga ada yang sesuai dengan prinsip syariah. Cara mengetahuinya cukup dilihat saja apakah ada kata “syariah/sharia” pada RD Pasar Uang tersebut.
Contoh reksadana pasar uang konvensional:
- Sucorinvest Money Market Fund
- BNI-AM Dana Likuid
- Manulife Dana Kas II
Contoh reksadana pasar uang syariah:
- Sucorinvest Sharia Money Market Fund
- BNI-AM Dana Lancar Syariah
- Manulife Dana Kas Syariah
Kalau kamu mendaftar di Bibit, kamu bisa langsung menghilangkan semua produk reksadana konvensional dari daftar reksadana yang bisa dibeli. Caranya, klik menu Profil lalu nyalakan tombol Preferensi Syariah. Mudah, bukan?
Cara Beli Reksadana Pasar Uang
Cara membeli RDPU sangat mudah dan bisa dilakukan di platform mana saja yang kamu pilih.
Untuk keperluan artikel ini, saya menggunakan aplikasi Ajaib untuk membeli reksadana pasar uang.
Kalau kamu tidak menggunakan aplikasi Ajaib, bisa cek tulisan saya tentang cara membeli reksadana syariah di berbagai platform secara online. Di tulisan tersebut, saya menulis juga tentang cara membeli reksadana di Bareksa, Bibit, IpotFund, Tokopedia ReksaDana, dan BukaReksa.
Cara Membeli RDPU di Ajaib:
Reksadana Pasar Uang vs Deposito, mana yang lebih Menguntungkan?
Reksadana pasar uang. Kenapa? berikut alasannya:
- Return reksadana pasar uang per tahun rata-rata 5 – 6%, deposito antara 3 – 4%
- Penghasilan reksadana pasar uang tidak dikenai pajak, deposito dikenakan pajak 20%
- Reksadana pasar uang memiliki potensi keuntungan capital gain (beli murah, jual mahal), deposito tidak bisa
- Reksadana pasar uang dapat ditarik kapan saja tanpa dikenai denda, sedangkan menarik saldo deposito sebelum jatuh tempo berisiko kena denda
- Minimal investasi di reksadana pasar uang mulai dari Rp10 ribu, sedangkan deposito umumnya Rp10 juta
Satu keuntungan investasi di deposito ketimbang reksadana pasar uang adalah deposito dijamin LPS hingga Rp2 miliar, sementara reksadana pasar uang tidak ada jaminan.
Bonus: Strategi Investasi Terbaik di Reksadana Pasar Uang
1. Beli secara lump sum
Dalam dunia investasi, umumnya kita mengenal dua strategi dalam berinvestasi, yaitu Dollar Cost Averaging (DCA) dan lump sum.
Dollar Cost Averaging artinya nabung rutin atau secara berkala. Misalnya, per hari, minggu, bulan, per 3 bulan, atau terserah kamu. Sedangkan lump sum artinya investasi satu kali namun dalam jumlah banyak sekaligus.
Nah, kembali ke instrumen reksadana pasar uang, kira-kira apa sih strategi investasi yang terbaik untuk digunakan? Jawabannya adalah lump sum. Kenapa?
Karena harga RDPU memiliki kecenderungan untuk naik terus, sehingga apabila kita melakukan strategi DCA dengan mencicil rutin setiap minggu/bulan secara berkala, maka kita akan terus membeli reksadana pasar uang di harga tinggi. Akibatnya, potensi keuntungan yang kita terima pun menjadi tidak maksimal.
Contoh sederhananya begini, asumsi kita punya uang Rp1,5 juta yang akan digunakan untuk membeli reksadana pasar uang.
Pertama, kita pake metode DCA, beli rutin setiap bulan selama 3 bulan.
Harga beli rata2 = (Rp1.488 + Rp1.502 + Rp1.509) / 3 = Rp1.499
Kedua, kita pake metode lump sum beli sekali di awal.
Harga beli = Rp1.488
Sekarang mari kita bandingkan hasilnya.
DCA | Lump Sum | |
Harga beli | Rp1.499 | Rp1.488 |
Harga jual | Rp1.509 | Rp1.509 |
Keuntungan | 0,6% | 1,4% |
Lebih untung lump sum.
2. Beli saat tren suku bunga BI naik
Ketika suka bunga acuan naik, bunga dari instrumen pasar uang seperti deposito dan Sertifikat Bank Indonesia biasanya juga akan ikut naik.
Ini secara tidak langsung menjadi sentimen positif bagi RD Pasar Uang sehingga mendongkrak harganya.
Bagaimana kalau tren suku bunga BI turun terus seperti sekarang saat pandemi Corona?
Tidak pengaruh. Sebab harga reksadana pasar uang kemungkinan besar tetap akan naik. Jadi, tidak ada kesempatan buat kamu untuk beli di harga murah.
Kesimpulan
Bagi saya, reksadana pasar uang adalah instrumen investasi yang hanya cocok dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan dana darurat atau menjaga nilai uang dari efek inflasi. Kurang lebih sama seperti emas.
Karena itu saya juga hanya menaruh sebagian kecil uang saya di instrumen RDPU dan merekomendasikan kamu untuk melakukan hal yang sama. Kalau kamu berinvestasi dengan tujuan untuk mendapatkan uang yang banyak, jangan di reksadana pasar uang. Tetapi reksadana obligasi/saham, properti, P2P Lending, cryptocurrency, saham, dan lain-lain.