5 Instrumen Pasar Modal yang Wajib Diketahui Setiap Investor, Apa Saja?

Di dua artikel sebelumnya, saya sudah pernah menulis tentang pengertian pasar uang dan perbedaan antara pasar uang dan pasar modal.

Kali ini, saya ingin move on dan membahas lebih dalam tentang instrumen instrumen pasar modal yang sebagian besar dari kita mungkin sudah cukup familiar, namun tidak menyadarinya saja.

Sekadar informasi, pasar modal atau capital market adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari satu tahun, yang dapat diperjualbelikan serta berguna sebagai sarana investasi dan pendanaan bagi perusahaan atau institusi termasuk pemerintah.

Berikut ini 5 instrumen pasar modal yang perlu kamu ketahui:

1. Reksadana

Reksadana adalah instrumen investasi yang mengumpulkan modal dari banyak investor untuk selanjutnya disalurkan ke berbagai portofolio efek (cth: saham, obligasi, deposito, dll) oleh Manajer Investasi.

Reksadana memiliki beberapa jenis, antara lain:

Di Indonesia sendiri, reksadana termasuk salah satu instrumen pasar modal yang cukup populer belakangan ini. Diminati oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama anak muda.

Berkat sejumlah inovasi dan teknologi finansial yang dihadirkan, kini masyarakat Indonesia (mulai dari usia remaja hingga dewasa) sudah bisa berinvestasi reksadana secara online dan praktis lewat berbagai aplikasi reksadana terbaik dengan modal yang sangat terjangkau, mulai dari Rp10.000.

Ingin tahu lebih lanjut tentang instrumen reksadana? Baca selengkapnya di sini: Apa itu Reksadana? Belajar Reksa Dana dari A ke Z untuk Pemula

2. Saham

Saham adalah surat berharga yang menunjukkan bukti kepemilikan dari suatu perusahaan atau badan usaha.

Di antara instrumen instrumen pasar modal yang ada, saham adalah yang paling banyak diminati masyarakat pemodal. Ini karena investasi saham dapat memberikan potensi keuntungan yang sangat besar bagi investor, baik itu secara jangka pendek maupun jangka panjang.

Selain itu, beberapa saham juga dapat dibeli dengan minimal pembelian yang minim (cukup 1 lot = 100 lembar saham) sehingga terjangkau untuk semua kalangan masyarakat.  

Seseorang yang berinvestasi saham akan mendapat keuntungan lewat capital gain, yaitu selisih antara harga beli dan jual saham (beli rendah jual mahal) dan dividen atau aksi bagi hasil keuntungan perusahaan yang biasanya dilakukan 1-2 kali dalam setahun.

Secara umum, saham terbagi atas dua jenis, yakni:

  • Saham biasa atau common stock, yaitu saham yang umum diperjualbelikan di bursa efek. Saham jenis ini menempatkan pemiliknya paling akhir dalam hal hak atas pembagian dividen dan kekayaan perusahaan yang tersisa ketika perusahaan tersebut dilikuidasi.
  • Saham preferen atau preferred stock adalah saham yang mempunyai ciri gabungan antara obligasi dan saham biasa. Saham preferen memiliki tambahan hak melebihi saham biasa, seperti berhak atas pembagian dividen secara rutin (tetap), klaim atas aset perusahaan lebih dulu apabila perusahaan dilikuidasi, serta dapat ditukar dengan saham biasa.

Transaksi jual beli saham dapat dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui perusahaan sekuritas yang sudah resmi terdaftar dan diawasi OJK.

Di Indonesia, ada banyak perusahaan sekuritas terpercaya yang bisa menjadi pilihan antara lain Ajaib Sekuritas, Mandiri Sekuritas, BNI Sekuritas, Mirae Asset Sekuritas, Indopremier Sekuritas, dan masih banyak lagi.

3. Obligasi

Secara sederhana, obligasi adalah surat pernyataan utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau korporasi (perusahaan).

Obligasi termasuk instrumen pasar modal yang cukup diminati investor karena memberikan imbal hasil berupa kupon/bunga tetap (fixed) atau floating with floor secara berkala hingga akhir jatuh tempo.

Selain itu, untuk beberapa jenis obligasi seperti ORI (Obligasi Ritel Indonesia) dan Sukri (Sukuk Ritel Indonesia), investor juga dapat memperoleh keuntungan lewat capital gain atau selisih dari harga beli dan jual.

Kok bisa? ya bisa dong, karena obligasi tersebut adalah jenis obligasi yang boleh diperdagangkan di pasar sekunder.

Sementara untuk obligasi jenis SBR (Saving Bond Ritel) dan ST (Sukuk Tabungan), keduanya tidak bisa diperjualbelikan di pasar sekunder sehingga tidak memiliki potensi keuntungan capital gain.

Kendati dapat memberi keuntungan secara rutin, berinvestasi obligasi juga memiliki risiko yang patut diwaspadai, yaitu risiko default atau gagal bayar dimana penerbit obligasi tidak mampu lagi membayar pokok utang dan bunganya kepada pemegang obligasi karena satu dan lain hal.

Kasus seperti ini sering terjadi pada obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, namun jarang sekali pada obligasi pemerintah. Jadi, kalau mau aman, sebaiknya beli saja obligasi pemerintah.

Dimana membeli obligasi?

Obligasi dapat dibeli secara langsung pada penerbit obligasi atau melalui agen penjual resmi yang ditunjuk oleh pihak penerbit. Misalnya, bank, perusahaan sekuritas, atau platform investasi online seperti Bareksa, Tanamduit, Investree, dll.

Selain itu, kamu juga bisa membeli obligasi dari pemegang sebelumnya melalui mekanisme perdagangan di pasar sekunder.

4. ETF

Exchange Traded Fund (ETF) adalah jenis reksadana indeks yang dapat diperjualbelikan di bursa efek, layaknya saham biasa.  

Dibandingkan reksadana, ETF memiliki sejumlah keunggulan yang patut kamu pertimbangkan, diantaranya:

  • Biaya rendah – hal ini wajar mengingat ETF adalah reksadana indeks yang dikelola secara pasif
  • Fleksibel – ETF dapat dibeli secara terus menerus salama jam perdagangan bursa dengan harga live pada saat itu juga. Berbeda dengan jenis reksadana biasa yang harganya diupdate satu kali sehari setelah jam bursa
  • Transparan ­– Portofolio ETF mengikuti indeks yang dijadikan acuan sehingga sangat transparan. Berbeda dengan reksadana biasa yang pemilihan portofolio efeknya berdasar pada kebijakan dari manajer investasi serta tidak bisa diakses publik, kecuali beberapa saja sebagai sampel

Dimana membeli ETF?

Jual beli ETF dapat dilakukan secara online di Bursa Efek Indonesia lewat perusahaan sekuritas. Misalnya, Indopremier dengan layanan IPOTGO mereka.   

Bagaimana cara membedakan ETF dengan saham biasa?

Produk ETF umumnya memiliki huruf “X” dan “R” di depannya. Contoh:

  • R-ABFII -> Reksa Dana Asian Bond Fund – Indonesia Bond Index Fund
  • XIIT -> Reksa Dana Premier ETF IDX30
  • XIJI -> Reksa Dana Syariah Premier ETF JII

Klik di sini untuk melihat data ETF di BEI.

5. Derivatif

Instrumen pasar modal yang terakhir adalah derivatif.

Derivatif adalah surat berharga berbentuk kontrak/perjanjian yang merupakan produk turunan dari efek utama seperti saham dan obligasi yang nilai atau potensi keuntungannya didasarkan pada kinerja dari aset lain yang disebut sebagai underlying assets.

Jika pada investasi saham dan reksadana keuntungan diperoleh dengan cara menjual aset di atas harga beli, maka pada produk derivatif, kamu bisa mencetak keuntungan baik ketika harga underlying asset-nya naik maupun turun.

Contoh produk derivatif yang paling umum adalah kontrak berjangka atau futures. Kontrak berjangka berisi sebuah perjanjian/kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset di masa yang akan datang pada tanggal dan harga tertentu yang sudah disepakati.

Atau gampangnya begini deh. Anggap saat ini kamu punya kontrak untuk membeli saham Telkom tiga bulan ke depan di harga Rp3.200. Tiga bulan kemudian ternyata harga saham Telkom naik menjadi Rp3.700.

Nah, dengan adanya kontrak ini kamu tetap bisa membeli saham Telkom seharga Rp3.700 per lembar dan mendapatkan keuntungan dari selisihnya, yaitu sebesar Rp500/lembar.

Sebaliknya, jika tiga bulan kemudian harga saham Telkom turun menjadi Rp3.000/lembar, maka kamu berarti rugi karena harus membeli saham Telkom di atas harga pasar.

Dari ilustrasi di atas, kamu tidak salah bila menganggap derivatif sebagai produk spekulasi karena pada dasarnya kita memang menebak-nebak apa yang terjadi di masa depan.

Instrumen derivatif umumnya dimanfaatkan untuk dua hal:

  • Pertama, untuk hedging atau melindungi nilai awal investasi terhadap risiko pergerakan harga aset di pasar modal yang cukup volatil.
  • Kedua, untuk spekulasi dengan harapan bisa mendapat keuntungan dari selisih harga awal kontrak dan harga aset terakhir di pasar.

Saat ini baru ada tiga jenis produk turunan yang dapat diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, antara lain:

  • IDX LQ45 Futures
  • IDX30 Futures
  • Indonesia Government Bond Futures

Informasi selengkapnya bisa cek di sini.

Bagaimana dengan instrumen pasar modal syariah?

Pada dasarnya semua instrumen pasar modal yang saya sebutkan di atas memiliki versi syariahnya, kecuali derivatif.

Untuk reksadana, ada reksadana syariah yang bisa dikenali dengan ada atau tidaknya kata “syariah” / “sharia” pada nama produk reksadana tersebut. Contoh:

  • Sucorinvest Money Market Fund (konvensional)
  • Sucurinvest Sharia Money Market Fund (syariah)
  • BNI-AM Dana Likuid (konvensional)
  • BNI-AM Dana Lancar Syariah (syariah)

Untuk saham, ada juga saham syariah yang bisa dicek secara berkala di sini. Kenapa harus dicek secara berkala? Ya karena daftar saham syariah memang seringkali berubah tergantung situasi. Tergantung apakah perusahaan tersebut masih dijalankan sesuai prinsip syariah atau tidak.   

Untuk ETF, ada Reksa Dana Syariah Premier ETF JII (XIJI),  Reksa Dana Syariah Pinnacle Enhanced Sharia ETF (XPES), dan Reksa Dana Syariah Indeks Simas ETF JII (XSSI). Ketiganya merupakan produk ETF yang menjadikan indeks saham syariah sebagai indeks acuan.

Untuk obligasi, dikenal yang namanya sukuk. Jadi, semua yang namanya sukuk adalah produk obligasi syariah.

Bagaimana dengan instrumen derivatif? Apakah ada derivatif syariah?

Tidak ada, karena pada transaksi derivatif mengandung unsur spekulasi yang dilarang dalam ajaran agama islam layaknya perjudian.

Kesimpulan

Jadi, itulah instrumen instrumen pasar modal di Indonesia yang wajib diketahui oleh calon investor dan investor pemula.

Semoga kamu bisa memanfaatkan setiap instrumen pasar modal yang ada untuk mencapai tujuan keuangan masing-masing.

Zai

A lifelong learner, blogger and part-time investor. I love sharing about personal finance and cuan-related tips. Connect with me on Twitter. (Disclaimer: not a financial advisor)

Leave a Comment